Pada Rabu 26 Juni 2019, ratusan orang berdatangan dan menggelar aksi di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi (MK), jelang pembacaan putusan pe...
Pada Rabu 26 Juni 2019, ratusan orang berdatangan dan menggelar aksi di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi (MK), jelang pembacaan putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019.
Demo kemarin berjalan lancar. Namun, para demonstran berjanji akan kembali hari ini, tatkala putusan MK dibacakan. Targetnya 1 juta orang akan datang.
Tak ada salahnya menyampaikan pendapat. Namun, trauma kerusuhan pada aksi 21-22 Mei 2019 masih lekat membayang. Itu kenapa polisi waspada dan 47.000 aparat gabungan diturunkan. Alasannya, keramaian tersebut rawan disusupi. Bisa-bisa ada teroris yang menyusup.
Area di depan gedung MK pun disterilkan. Tak boleh ada aksi yang digelar di sana. Massa hanya diizinkan berdemo di sekitar Patung Kuda dan di Jalan Merdeka Barat, sekitar Monas.
Apapun putusan yang diambil MK, diharapkan, gesekan dalam masyarakat bisa diredam setelahnya. Salah satu caranya adalah dengan mempertemukan dua pihak yang bertarung dalam Pilpres 2019: kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.
Upaya rekonsiliasi sebenarnya sudah digagas sejak jauh-jauh hari, diwarnai tawar-menawar, tentu saja. Ada banyak spekulasi soal jabatan apa saja yang dijadikan kompensasi, namun, hingga kini, belum jelas di mana tarik ulurnya.
Optimisme soal rekonsiliasi ditunjukkan kubu petahana. Ketua Harian Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko mengatakan, upaya merukunkan kembali Jokowi dengan Prabowo, pasca-Pilpres 2019, semakin terlihat titik terangnya.
"Saya pikir wujudnya semakin kelihatan. Sekarang kan bentuknya masih bisa dikenali. Nanti bisa dilihat lah," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Kepala Staf Kepresidenan ini menilai, rekonsiliasi Jokowi-Prabowo sangat penting karena masyarakat Indonesia ingin agar kondisi dalam negeri berjalan damai. Tak hanya itu, masyarakat juga menginginkan persoalan Pemilu 2019 diselesaikan dengan cara terhormat dan bermartabat, bukan dengan tindakan anarkistis.
"Cara-cara jalanan adalah cara-cara yang tidak diinginkan oleh masyarakat karena mengganggu ketertiban umum, mengganggu kepentingan masyarakat dan mengganggu berbagai aktivitas. Pada akhirnya secara akumulatif menjadi tidak produktif bangsa ini," jelasnya.
Moeldoko berharap seluruh pihak bersabar menunggu kedua tokoh politik itu bertemu. Menurut dia, bentuk rekonsiliasi baru benar-benar terlihat setelah putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Kontitusi (MK).
Meski demikian, ia mengakui, ada yang tak senang jika Jokowi dan Prabowo. Mereka lah yang kemudian turun ke jalan. Moeldoko menduga, pihak ketiga itu punya agenda dan kepentingan lain.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan, rekonsiliasi mutlak dibutuhkan agar semua pihak bisa bersatu dan kompak.
"Kalau kita kompak sebagai sebuah bangsa, maka pembangunan akan efektif dan produktif. Ujungnya rakyat yang merasakan hasilnya. Soal siapa yang diurus, tentu dalam politik banyak yang diberi tugas oleh Pak Jokowi dan tidak semua boleh dipublikasikan," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (26/6/2019).
Karding mengatakan, tentu saja ada tawaran-tawaran, sebagai bagian dari bargaining politik dalam rekonsiliasi dengan kubu Prabowo.
Apa saja itu? Menurutnya, bisa berupa posisi di pemerintahan atau juga di parlemen.
Dia juga mengatakan, masuknya partai pengusung Prabowo-Sandiaga dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf, seperti Gerindra, sangat tergantung pada kesepakatan Jokowi dan partai itu sendiri, dan diskusi Jokowi dengan partai pendukung.
Sementara itu, Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade mengatakan, saat ini pihaknya fokus di Mahkamah Konstitusi (MK) dan belum terpikir melakukan pertemuan dengan Jokowi ataupun rekonsiliasi.
"Jadi kita masih fokus di MK, belum ada rencana bertemu dengan Pak Jokowi, belum. Nanti lah pada saat yang tepat setelah MK selesai, demi kepentingan bangsa dan negara, insyaallah Pak Jokowi-Prabowo akan bertemu," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (26/6/2019).
Dia pun mengatakan, belum ada utusan dari pihak Jokowi untuk membicarakan rekonsiliasi. Selain itu, tidak ada tawaran dan deal dari pihak petahana. Masing-masing pihak tengah fokus di MK.
Andre menambahkan, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi akan digelar di saat yang tepat dan waktu yang pas. "Pak Jokowi, TKN menghadapi MK, kami juga menghadapi MK. Nanti, setelah MK baru kita bertemu untuk kepentingan bangsa dan negara," kata dia.
Pada prinsipnya, kata Andre, antara Jokowi dan Prabowo tidak ada masalah.
"Ini kan hanya kompetisi biasa ya. Kalau memang pihak sebelah membutuhkan rekonsiliasi, ya tidak ada masalah, yang jelas Pak Prabowo komit demi kepentingan bangsa dan negara. Pasti kita akan bertemu," kata dia.
Terpisah, Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzar Simanjuntak keberatan dengan diksi rekonsiliasi. Bagi dia, pilpres ini adalah kompetisi biasa dan tidak ada konflik. Selain itu, pihak yang kalah bisa menjadi oposisi atau bergabung dalam pemerintahan.
"Kalau pun harus rekonsiliasi, maka yang tepat itu adalah rekonsiliasi yang berkuasa pemerintah dengan rakyat. Terutama rakyat yang merasa dirugikan, terkait dengan kebijakan pemerintah, merugikan rakyat," kata Dahnil kepada Liputan6.com.
Dia mengatakan, rekonsiliasi penting terhadap narasi perpecahan, misalnya menuduh tidak mendukung pemerintah berarti itu tidak Pancasila, radikalis, dan garis keras.
"Itu tertanam kemarahan dan kebencian dari pihak yang dituduh, oleh sebab itu saran saya, rekonsiliasi seperti yang disarankan oleh beberapa tokoh, pemerintah harus melakukan rekonsiliasi dengan rakyat, tidak lagi kemudian memecah belah dengan labelling tertentu," kata Dahnil.
Harapan soal Putusan MK
Tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin yakin, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak permohonan kubu Pemohon yaitu Prabowo-Sandiaga. Sebab, dalam sidang pemeriksaan di mahkamah, pemohon tidak bisa membuktikan dalil-dalil yang disampaikan dalam permohonan.
"Keterangan para saksi dan ahli yang dihadirkan pihak pemohon, tidak satupun yang bisa membuktikan tuduhan dilontarkan dalam permohonan seperti dalil TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), kecurangan, pencurian dan penggelembungan suara, DPT siluman dan lain lain," ujar Direktur bidang hukum dan advokasi TKN, Irfan Pulungan kepada Liputan6.com, Rabu (26/6/2019).
Terkait Situng KPU yang dipermasalahkan oleh Pemohon, menurut Kuasa Hukum pihak Jokowi-Ma'ruf, dalil tersebut akan ditolak oleh mahkamah. Sebab yang dipakai untuk menetapkan perolehan suara bukan lah Situng, melainkan hasil penghitungan suara manual yang dilakukan secara berjenjang.
"Begitu juga dugaan pelanggaran yang dituduhkan terjadi di TPS 08 Dusun Winongsari, Desa Karangiati, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Permasalahan di TPS tersebut sudah dilaksanakan pemungutan suara ulang atas rekomendasi Bawaslu sehingga tidak ada lagi masalah," kata dia.
Irfan mengatakan, soal 'DPT siluman' sebanyak 17 juta yang diklaim pihak Pemohon, buktinya tidak bisa ditunjukkan kepada MK. Dan, tidak ada yang bisa menjelaskan bahwa DPT itu digunakan atau tidak saat pemungutan suara.
"Hal di atas merupakan sebagian besar dari dalil pemohon yang tidak bisa dibuktikan berdasarkan saksi-saksi, ahli maupun alat bukti lainnya," kata dia.
Jadi, lanjut dia, tidak satupun dalil yang dimuat dalam permohonan pertama maupun permohonan perbaikan yang bisa dibuktikan sebagai suatu kecurangan maupun TSM, baik yang dituduhkan kepada termohon maupun pihak terkait. Jawaban atau keterangan pihak terkait juga sudah membantah semua dalil permohonan. Begitu juga keterangan dari Bawaslu.
"Atas dasar itulah, kami meyakini mahkamah akan menolak permohonan untuk seluruhnya dalam pokok perkara. Begitu juga dengan eksepsi pihak terkait yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima, hal tersebut akan dikabulkan oleh mahkamah. Sebab, tidak ada aturan dalam UU Pemilu maupun Peraturan MK yang memperbolehkan Perbaikan Permohonan PHPU Pilpres," kata dia.
Irfan mengatakan, Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf sebagai Pihak Terkait mempercayakan sepenuhnya kepada sembilan Hakim MK untuk memutuskan PHPU Pilpres ini secara adil dan berdasarkan aturan aturan yang ada yang sesuai dengan perkara ini.
"Kami yakin mahkamah akan profesional dalam memutuskan Perkara PHPU ini tanpa ada tekanan maupun intervensi dari pihak mana pun. Tentu kami akan menerima apapun amar putusan MK. Sebab putusan MK itu bersifat final dan mengikat dan tidak ada lagi upaya hukum lain. Dan hal itu merupakan suatu proses yang konstitusional yang harus kita hargai," kata dia.
Irfan mengatakan, putusan mahkamah tidak bisa memuaskan semua pihak, meskipun semuanya sudah berupanya membuktikan dalil dalilnya maupun membantahnya sesuai kepentingan masing masing.
Sementara, Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, mengenai putusan sengketa Pilpres 2019 yang akan dibacakan di MK, Kamis 27 Juni 2019, secara teknis hukum, pihaknya belum bisa berkomentar.
"Tapi yang jelas bagi kami, ini upaya final untuk uji legalitas proses pemilu kita. Di sisi lain juga ada fakta persidangan yang terungkap," kata dia, Rabu.
Dia mengatakan, BPN akan menghormati apapun keputusan MK soal Pilpres 2019. Yang pasti, kata dia, pihaknya sudah menyampaikan ada kecurangan yang terjadi dari hulu sampai hilir.
"Dalam kondisi tersebut tentu kami serahkan sepenuhnya dan langkah kepada masyarakat," kata Dahnil.
Dia menambahkan, BPN siap jika Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berakhir kalah di sidang MK.
"Kita siap menang dan siap kalah," kata Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak di Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I No 35, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).
Menurutnya, Prabowo akan mengakui keputusan yang konstitusional dan diinginkan masyarakat.
"Prabowo mengatakan, proses MK adalah proses akhir, beliau memutuskan ke MK untuk sampaikan upaya legal dan legitimasi dari masyarakat," kata Dahnil.
"Kita lihat faktanya seperti apa, kalau sudah diputuskan maka Prabowo akan akui secara legalitas, legitimasinya serahkan ke MK," sambungnya.
Demo kemarin berjalan lancar. Namun, para demonstran berjanji akan kembali hari ini, tatkala putusan MK dibacakan. Targetnya 1 juta orang akan datang.
Tak ada salahnya menyampaikan pendapat. Namun, trauma kerusuhan pada aksi 21-22 Mei 2019 masih lekat membayang. Itu kenapa polisi waspada dan 47.000 aparat gabungan diturunkan. Alasannya, keramaian tersebut rawan disusupi. Bisa-bisa ada teroris yang menyusup.
Area di depan gedung MK pun disterilkan. Tak boleh ada aksi yang digelar di sana. Massa hanya diizinkan berdemo di sekitar Patung Kuda dan di Jalan Merdeka Barat, sekitar Monas.
Apapun putusan yang diambil MK, diharapkan, gesekan dalam masyarakat bisa diredam setelahnya. Salah satu caranya adalah dengan mempertemukan dua pihak yang bertarung dalam Pilpres 2019: kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.
Upaya rekonsiliasi sebenarnya sudah digagas sejak jauh-jauh hari, diwarnai tawar-menawar, tentu saja. Ada banyak spekulasi soal jabatan apa saja yang dijadikan kompensasi, namun, hingga kini, belum jelas di mana tarik ulurnya.
Optimisme soal rekonsiliasi ditunjukkan kubu petahana. Ketua Harian Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko mengatakan, upaya merukunkan kembali Jokowi dengan Prabowo, pasca-Pilpres 2019, semakin terlihat titik terangnya.
"Saya pikir wujudnya semakin kelihatan. Sekarang kan bentuknya masih bisa dikenali. Nanti bisa dilihat lah," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Kepala Staf Kepresidenan ini menilai, rekonsiliasi Jokowi-Prabowo sangat penting karena masyarakat Indonesia ingin agar kondisi dalam negeri berjalan damai. Tak hanya itu, masyarakat juga menginginkan persoalan Pemilu 2019 diselesaikan dengan cara terhormat dan bermartabat, bukan dengan tindakan anarkistis.
"Cara-cara jalanan adalah cara-cara yang tidak diinginkan oleh masyarakat karena mengganggu ketertiban umum, mengganggu kepentingan masyarakat dan mengganggu berbagai aktivitas. Pada akhirnya secara akumulatif menjadi tidak produktif bangsa ini," jelasnya.
Moeldoko berharap seluruh pihak bersabar menunggu kedua tokoh politik itu bertemu. Menurut dia, bentuk rekonsiliasi baru benar-benar terlihat setelah putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Kontitusi (MK).
Meski demikian, ia mengakui, ada yang tak senang jika Jokowi dan Prabowo. Mereka lah yang kemudian turun ke jalan. Moeldoko menduga, pihak ketiga itu punya agenda dan kepentingan lain.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan, rekonsiliasi mutlak dibutuhkan agar semua pihak bisa bersatu dan kompak.
"Kalau kita kompak sebagai sebuah bangsa, maka pembangunan akan efektif dan produktif. Ujungnya rakyat yang merasakan hasilnya. Soal siapa yang diurus, tentu dalam politik banyak yang diberi tugas oleh Pak Jokowi dan tidak semua boleh dipublikasikan," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (26/6/2019).
Karding mengatakan, tentu saja ada tawaran-tawaran, sebagai bagian dari bargaining politik dalam rekonsiliasi dengan kubu Prabowo.
Apa saja itu? Menurutnya, bisa berupa posisi di pemerintahan atau juga di parlemen.
Dia juga mengatakan, masuknya partai pengusung Prabowo-Sandiaga dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf, seperti Gerindra, sangat tergantung pada kesepakatan Jokowi dan partai itu sendiri, dan diskusi Jokowi dengan partai pendukung.
Sementara itu, Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade mengatakan, saat ini pihaknya fokus di Mahkamah Konstitusi (MK) dan belum terpikir melakukan pertemuan dengan Jokowi ataupun rekonsiliasi.
"Jadi kita masih fokus di MK, belum ada rencana bertemu dengan Pak Jokowi, belum. Nanti lah pada saat yang tepat setelah MK selesai, demi kepentingan bangsa dan negara, insyaallah Pak Jokowi-Prabowo akan bertemu," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (26/6/2019).
Dia pun mengatakan, belum ada utusan dari pihak Jokowi untuk membicarakan rekonsiliasi. Selain itu, tidak ada tawaran dan deal dari pihak petahana. Masing-masing pihak tengah fokus di MK.
Andre menambahkan, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi akan digelar di saat yang tepat dan waktu yang pas. "Pak Jokowi, TKN menghadapi MK, kami juga menghadapi MK. Nanti, setelah MK baru kita bertemu untuk kepentingan bangsa dan negara," kata dia.
Pada prinsipnya, kata Andre, antara Jokowi dan Prabowo tidak ada masalah.
"Ini kan hanya kompetisi biasa ya. Kalau memang pihak sebelah membutuhkan rekonsiliasi, ya tidak ada masalah, yang jelas Pak Prabowo komit demi kepentingan bangsa dan negara. Pasti kita akan bertemu," kata dia.
Terpisah, Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzar Simanjuntak keberatan dengan diksi rekonsiliasi. Bagi dia, pilpres ini adalah kompetisi biasa dan tidak ada konflik. Selain itu, pihak yang kalah bisa menjadi oposisi atau bergabung dalam pemerintahan.
"Kalau pun harus rekonsiliasi, maka yang tepat itu adalah rekonsiliasi yang berkuasa pemerintah dengan rakyat. Terutama rakyat yang merasa dirugikan, terkait dengan kebijakan pemerintah, merugikan rakyat," kata Dahnil kepada Liputan6.com.
Dia mengatakan, rekonsiliasi penting terhadap narasi perpecahan, misalnya menuduh tidak mendukung pemerintah berarti itu tidak Pancasila, radikalis, dan garis keras.
"Itu tertanam kemarahan dan kebencian dari pihak yang dituduh, oleh sebab itu saran saya, rekonsiliasi seperti yang disarankan oleh beberapa tokoh, pemerintah harus melakukan rekonsiliasi dengan rakyat, tidak lagi kemudian memecah belah dengan labelling tertentu," kata Dahnil.
Harapan soal Putusan MK
Tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin yakin, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak permohonan kubu Pemohon yaitu Prabowo-Sandiaga. Sebab, dalam sidang pemeriksaan di mahkamah, pemohon tidak bisa membuktikan dalil-dalil yang disampaikan dalam permohonan.
"Keterangan para saksi dan ahli yang dihadirkan pihak pemohon, tidak satupun yang bisa membuktikan tuduhan dilontarkan dalam permohonan seperti dalil TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), kecurangan, pencurian dan penggelembungan suara, DPT siluman dan lain lain," ujar Direktur bidang hukum dan advokasi TKN, Irfan Pulungan kepada Liputan6.com, Rabu (26/6/2019).
Terkait Situng KPU yang dipermasalahkan oleh Pemohon, menurut Kuasa Hukum pihak Jokowi-Ma'ruf, dalil tersebut akan ditolak oleh mahkamah. Sebab yang dipakai untuk menetapkan perolehan suara bukan lah Situng, melainkan hasil penghitungan suara manual yang dilakukan secara berjenjang.
"Begitu juga dugaan pelanggaran yang dituduhkan terjadi di TPS 08 Dusun Winongsari, Desa Karangiati, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Permasalahan di TPS tersebut sudah dilaksanakan pemungutan suara ulang atas rekomendasi Bawaslu sehingga tidak ada lagi masalah," kata dia.
Irfan mengatakan, soal 'DPT siluman' sebanyak 17 juta yang diklaim pihak Pemohon, buktinya tidak bisa ditunjukkan kepada MK. Dan, tidak ada yang bisa menjelaskan bahwa DPT itu digunakan atau tidak saat pemungutan suara.
"Hal di atas merupakan sebagian besar dari dalil pemohon yang tidak bisa dibuktikan berdasarkan saksi-saksi, ahli maupun alat bukti lainnya," kata dia.
Jadi, lanjut dia, tidak satupun dalil yang dimuat dalam permohonan pertama maupun permohonan perbaikan yang bisa dibuktikan sebagai suatu kecurangan maupun TSM, baik yang dituduhkan kepada termohon maupun pihak terkait. Jawaban atau keterangan pihak terkait juga sudah membantah semua dalil permohonan. Begitu juga keterangan dari Bawaslu.
"Atas dasar itulah, kami meyakini mahkamah akan menolak permohonan untuk seluruhnya dalam pokok perkara. Begitu juga dengan eksepsi pihak terkait yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima, hal tersebut akan dikabulkan oleh mahkamah. Sebab, tidak ada aturan dalam UU Pemilu maupun Peraturan MK yang memperbolehkan Perbaikan Permohonan PHPU Pilpres," kata dia.
Irfan mengatakan, Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf sebagai Pihak Terkait mempercayakan sepenuhnya kepada sembilan Hakim MK untuk memutuskan PHPU Pilpres ini secara adil dan berdasarkan aturan aturan yang ada yang sesuai dengan perkara ini.
"Kami yakin mahkamah akan profesional dalam memutuskan Perkara PHPU ini tanpa ada tekanan maupun intervensi dari pihak mana pun. Tentu kami akan menerima apapun amar putusan MK. Sebab putusan MK itu bersifat final dan mengikat dan tidak ada lagi upaya hukum lain. Dan hal itu merupakan suatu proses yang konstitusional yang harus kita hargai," kata dia.
Irfan mengatakan, putusan mahkamah tidak bisa memuaskan semua pihak, meskipun semuanya sudah berupanya membuktikan dalil dalilnya maupun membantahnya sesuai kepentingan masing masing.
Sementara, Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, mengenai putusan sengketa Pilpres 2019 yang akan dibacakan di MK, Kamis 27 Juni 2019, secara teknis hukum, pihaknya belum bisa berkomentar.
"Tapi yang jelas bagi kami, ini upaya final untuk uji legalitas proses pemilu kita. Di sisi lain juga ada fakta persidangan yang terungkap," kata dia, Rabu.
Dia mengatakan, BPN akan menghormati apapun keputusan MK soal Pilpres 2019. Yang pasti, kata dia, pihaknya sudah menyampaikan ada kecurangan yang terjadi dari hulu sampai hilir.
"Dalam kondisi tersebut tentu kami serahkan sepenuhnya dan langkah kepada masyarakat," kata Dahnil.
Dia menambahkan, BPN siap jika Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berakhir kalah di sidang MK.
"Kita siap menang dan siap kalah," kata Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak di Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I No 35, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).
Menurutnya, Prabowo akan mengakui keputusan yang konstitusional dan diinginkan masyarakat.
"Prabowo mengatakan, proses MK adalah proses akhir, beliau memutuskan ke MK untuk sampaikan upaya legal dan legitimasi dari masyarakat," kata Dahnil.
"Kita lihat faktanya seperti apa, kalau sudah diputuskan maka Prabowo akan akui secara legalitas, legitimasinya serahkan ke MK," sambungnya.
Kuliah Beasiswa...?? Klik Disini
Gambar : Liputan6.com
Sumber : Liputan6.com
Tidak ada komentar