Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masih belum disahkan oleh DPR. Masih ada sejumlah kejanggalan dalam pasal-pa...
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masih belum disahkan oleh DPR. Masih ada sejumlah kejanggalan dalam pasal-pasal RUU yang digagas oleh Komnas Perempuan itu.
Ketua Perkumpulan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia, Prof Euis Sunarti mengungkapkan, RUU itu tidak mengakomodir tentang perilaku seksual menyimpang. Selain itu, juga tidak mencakup norma yang sebenarnya.
"Tentang pelacuran, tentang zina, tentang homoseks. RUU ini tidak membahas sama sekali. Itu (juga) namanya bentuk kekerasan," ujarnya saat dihubungi JawaPos.com, Selasa (29/1).
RUU tersebut juga diklaim mengedepankan prinsip non-diskriminasi. Namun kenyataannya, perilaku kekerasan seksual yang disinggung hanyalah antara laki-laki dan perempuan. Padahal, kekerasan juga bisa terjadi terhadap sesama jenis kelamin.
"Tapi di dalam klausul, naskah akademik, dan lain sebagainya, RUU tersebut tidak memperhatikan aspek-aspek substansial. Semisal kekerasan terhadap laki-laki terutama anak dan remaja, itu tidak disebut sama sekali. Yang sebetulnya faktanya kekerasan terhadap laki-laki justru semakin banyak," tutur Euis.
Guru Besar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) itu juga menyayangkan tidak adanya pasal yang mengatur keseimbangan hak dan kewajiban suami-istri. Termasuk soal hubungan intim laki-laki dan perempuan yang sudah terikat pernikahan juga tidak kalah pentingnya.
"Hubungan yang paling dasar antara laki-laki dan perempuan dalam perilaku seks itu ada di keluarga. Ini memungkinkan terbukanya peluang-peluang yang tidak kita inginkan," kata dia.
Maka, jika RUU PKS belum mengakomodir keseluruhan hal tersebut, sebaiknya DPR tidak mengesahkannya. Euis khawatir, akan timbul dampak-dampak yang lebih besar.
"Jadi jangan karena Prolegnas 2018 terus kemudian grasak-grusuk disahkan. Tapi kemudian tidak mengakomodir aspirasi terbesar masyarakat Indonesia (yang) menginginkan pengaturan tentang perilaku seksual, bukan hanya di dalam persoalan pemaksaan dan kekerasan, tapi tidak bisa dipisahkan dengan norma dari perilaku seks itu," paparnya.
Kuliah Beasiswa..?? Klik Disini
Gambar : JawaPos.com
Sumber : JawaPos.com
Tidak ada komentar