Rais Aam PB NU KH Ahmad Siddiq dalam keterangannya di Jember, Ahad 19 Juli 1987 ( Kompas, 21/7/1987), hubungan antara NU dan Muhammadiya...
Rais Aam PB NU KH Ahmad Siddiq dalam keterangannya di Jember, Ahad 19 Juli 1987 (Kompas, 21/7/1987), hubungan antara NU dan Muhammadiyah semakin mesra. Hubungan mesra itu dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
KH Ahmad Siddiq mengatakan: “Alhamdulillah, kerjasama antara NU dan Muhammadiyah mendapat sambutan baik kedua pihak. Kemarin Kyai Fakhruddin, Ketua PP Muhammadiyah ke sini untuk keduakalinya sebagai balasan kunjungan saya ke rumahnya di Yogyakarta”.
Ra’is Aam NU itu berpendapat, gandengan tangan NU-Muhammadiyah terjadi karena ada keinginan untuk mencapai wawasan yang sama seperti wawasan nasional dan wawasan kemasyarakatan. Sedang hal-hal khusus secara bhinneka tunggal ika, masing-masing berjalan sendiri-sendiri.
Bila NU-Muhammadiyah sudah punya pandangan yang sama, tidak menjadi persoalan lagi, perlu dan tidaknya lembaga yang merangkumnya.
Tak perlu diperuncing
Memberikan pendapatnya di kediamannya Kamis 23 Juli 1987 kepada KR (KR, 24/7/1987), Ketua PP Muhammadiyah HAR Fakhruddin mengatakan, setelah Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas, hubungan antara NU-Muhammadiyah kini sudah saatnya diformalkan. Formal yang dimaksud bukan berarti keduanya harus mengadakan konperensi bersama secara resmi, tetapi sementara antar pimpinan cukup saling memberikan contoh yang baik.
Perbedaan pendapat antara NU dan Muhammadiyah, tidak perlu diperuncing lagi. Keduanya memiliki kesamaan prinsip Ahli Sunnah wal Jamaah, tapi dalam pelaksanaannya sedikit berbeda.
HAR Fakhruddin sependapat dengan Rais Aam PB NU KH Ahmad Siddiq yang menyatakan perlunya ada hubungan baik antara Muhammadiyah dan NU.
Diakui hubungan baik antara pimpinan NU dan Muhammadiyah sudah lama dimiliki. Dalam hubungan itu, mereka tidak saling mempertentangkan perbedaannya. Mereka sudah saling mengerti dan memahaminya. Pertentangan dan perbedaan pendapat yang sudah-sudah bukan bersumber dari kalangan pimpinan melainkan dari kalangan menengah ke bawah.
Ketua PP Muhammadiyah itu menginginkan, kendati antara NU dan Muhammadiyah ada perbedaan cara beribadah, tetapi tetap satu. Bahwa hubungan antara NU dan Muhammadiyah itu sudah tampak membaik, terbukti dengan diterimanya HAR Fakhruddin oleh KH Ahmad Siddiq ketika bersilaturrahmi di kediamannya di Jember 15 Juli 1987.
Untuk mengurangi perbedaan Ketua PP Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa kepada warga Muhammadiyah agar mau lebih terbuka kepada warga lain. Misalnya, ada seorang warga NU yang meninggal dunia, warga Muhammadiyah diharapkan mau melayat (takziah), tanpa memunculkan rasa perbedaan. Kalau warga Muhammadiyah tidak mau menerima hidangan dalam acara kematian itu, ya nggak usah makan. Namun begitu sebaliknya, warga NU harus maklum jika melayat di Muhammadiyah yang tidak menyediakan hidangan.
HAR Fakhruddin mengharap kepadawarga Muhammadiyah agar tidak mempertajam perbedaan pendapat dengan NU. Begitu juga kepada media massa Pak AR mengimbau, jika ada kericuhan di masyarakat akibat perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, supaya tidak diberitakan dan dibesar-besarkan. Hal itu dalam upaya mencapai kesatuan dan persatuan antara NU dan Muhammadiyah.
PENDAPAT mendukung hubungan mesra dan baik antara NU dan Muhammadiyah diucapkan oleh Wakil Ketua II PP Muhammadiyah Drs H Lukman Harun dan Ketua Umum PP GP Ansor Drs Slamet Efffendy Yusuf. Lukman menambahkan, cara hubungan baik dan mesra itu antara lain dengan berlomba memperbanyak amal kebajikan. (Kompas, 23/7/2018).
Juga didukung oleh Wakil Ketua IV PB NU yang berdomisili di Yogyakarta KH Syaiful Mujab. (KR, 24/7/2018).
Disalin dari Suara Muhammadiyah No: 17/67/Th 1987
The post Hubungan NU – Muhammadiyah appeared first on Menara62.
from Menara62 https://ift.tt/2Q3Vj7g
via gqrds
Tidak ada komentar